Membangun Karakter Anak Usia Dini
Oleh:
Dra. Nana Prasetyo, M. Si.
Menumbuhkan
rasa aman dan nyaman adalah dasar yang utama dalam membentuk karakter anak, yang
kemudian dapat menumbuhkan rasa ”berarti”, ”berharga” atau ”bernilai” pada
anak. Karakter bangsa merupakan aspek penting yang menentukan kemajuan suatu
bangsa. Karakter bangsa sangat bergantung pada kualitas sumber daya manusianya
(SDM). Oleh karena itu, karakter yang berkualitas perlu dibina sejak usia dini
agar anak terbiasa berperilaku positif. Kegagalan penanaman kepribadian yang
baik di usia dini akan membentuk pribadi yang bermasalah di masa dewasanya
kelak.
KARAKTER
adalah watak, sifat, atau hal-hal yang sangat mendasar yang ada pada diri
seseorang sehingga membedakan seseorang daripada yang lain. Sering orang
menyebutnya dengan ”tabiat” atau ”perangai”. Apa pun sebutannya, karakter
adalah sifat batin manusia yang memengaruhi segenap pikiran, perasaan, dan
perbuatannya. Karakter ibarat pisau bermata dua. Karakter memiliki kemungkinan
akan membuahkan dua sifat yang berbeda atau saling bertolak belakang. Contoh,
anak yang memiliki keyakinan tinggi. Hal ini akan menumbuhkan sifat berani
sebagai buah keyakinan yang dimilikinya atau justru sebaliknya memunculkan
sifat sembrono, kurang perhitungan karena terlalu yakin akan kemampuannya. Begitu
besar pengaruh karakter dalam kehidupan seseorang. Maka itulah pembentukan
karakter harus dilakukan sejak usia dini.
Taburlah satu pikiran positif, maka akan menuai tindakan.
Taburlah satu pikiran positif, maka akan menuai tindakan.
Taburlah satu tindakan,
maka akan menuai kebiasaan.
Taburlah satu kebiasaan,
maka akan menuai karakter.
Taburlah satu karakter,
maka akan menuai nasib. (anonim)
Membangun
karakter ibarat mengukir. Sifat ukiran adalah melekat kuat di atas benda yang
diukir, tidak mudah usang tertelan waktu atau aus karena gesekan. Menghilangkan
ukiran sama saja dengan menghilangkan benda yang diukir itu, karena ukiran
melekat dan menyatu dengan bendanya. Demikian juga dengan karakter yang
merupakan sebuah pola, baik itu pikiran, perasaan, sikap, maupun tindakan, yang
melekat pada diri seseorang dengan sangat kuat dan sulit dihilangkan.
Proses
membangun karakter pada anak juga ibarat mengukir atau memahat jiwa sedemikian
rupa, sehingga ”berbentuk” unik, menarik, dan berbeda antara satu dengan yang
lain. Setiap orang memiliki karakter berbeda-beda. Ada orang yang berperilaku
sesuai dengan nilai-nilai, ada juga yang berperilaku negatif atau tidak sesuai
dengan nilai-nilai yang berlaku dalam budaya setempat (tidak/belum berkarakter
atau “berkarakter” tercela). Dengan demikian, dalam pendidikan karakter, setiap
anak memiliki potensi untuk berperilaku positif atau negatif. Jika ibu-ayah
membentuk karakter positif sejak anak usia dini, maka yang berkembang adalah
perilaku positif tersebut. Jika tidak, tentu yang akan terjadi sebaliknya. Nah,
bagaimana cara membangun karakter anak, berikut ini diuraikan beberapa hal yang
perlu diketahui ibu-ayah.
A. PEMBENTUKAN
KARAKTER DIPENGARUHI FAKTOR BAWAAN DAN LINGKUNGAN
Ada dua faktor yang
memengaruhi pembantukan karakter, yaitu bawaan dari dalam diri anak dan
pandangan anak terhadap dunia yang dimilikinya, seperti pengetahuan,
pengalaman, prinsip-prinsip moral yang diterima, bimbingan, pengarahan dan
interaksi (hubungan) orangtua-anak. Lingkungan yang positif akan membentuk
karakter yang positif pula pada anak. Salah satu contoh kisah nyata, seorang
anak laki-laki dibesarkan dalam lingkungan binatang. Si anak berjalan dengan
merangkak, makan, bertingkah laku, dan bersuara seperti binatang karena ia
tidak bisa bicara. Orang yang menemukan si anak berusaha mendidiknya kembali
seperti halnya anak-anak pada umumnya. Hasilnya, si anak tetap memiliki pribadi
seperti binatang karena sebagian besar hidupnya dilalui bersama binatang sejak
usia dini. Tampak di sini betapa besar pengaruh lingkungan terhadap pembentukan
karakter. Dari contoh tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa karakter
seseorang tidak hanya dipengaruhi oleh bawaan, tetapi juga lingkungan
(terutama, dalam keluarga) memiliki pengaruh yang sangat besar.
Karakter berhubungan
dengan perilaku positif yang berkaitan dengan moral yang berlaku, seperti
kejujuran, percaya diri, bertanggung jawab, penolong, dapat dipercaya,
menghargai, menghormati, menyayangi, dan sebagainya. Pada dasarnya, setiap anak
memiliki semua perilaku positif tersebut, sebagaimana telah ditanamkan oleh
Sang Pencipta di dalam kodratnya. Masalahnya, kemampuan dasar yang terdapat di
dalam diri anak itu tidak bisa berkembang dengan sendirinya, melainkan harus
dikembangkan dengan sungguh-sungguh melalui pengasuhan dan bimbingan yang
positif dari ibu-ayah. Jika setiap anak dan keluarga memiliki karakter positif,
maka akan tercipta masyarakat dengan moral yang baik, sehingga akan tercipta
pula bangsa yang dapat hidup rukun sesuai dengan aturan-aturan yang berlaku.
B. ORANGTUA
YANG BERKARAKTER MENUMBUHKAN ANAK YANG BERKARAKTER
Seseorang tidak dapat
membantu orang lain jika ia tidak dapat membantu dirinya sendiri. Begitu juga dengan
orangtua yang ingin menumbuhkan karakter positif dalam diri anak. Jika ibu-ayah
ingin anaknya memiliki karakter positif, maka ibu-ayah harus memiliki karakter
positif pula. Ini berarti, ibu-ayah dituntut menerapkan nilai-nilai moral dalam
kehidupan sehari-harinya, serta memperlakukan anak sesuai dengan nilai-nilai
moral tersebut. Jadi, tidak hanya sekadar memberi tahu apa yang harus dilakukan
dan apa yang tidak boleh dilakukan anak. Lagi pula, pada dasarnya anak memang
lebih mudah belajar sesuatu melalui pengamatan terhadap perilaku orang lain
atau lingkungan sekitarya, bukan sekadar mendengarkan kata-kata saja.
Salah satu contohnya,
jika ibu-ayah ingin mengembangkan sifat peduli pada anak, maka ibu-ayah juga
menerapkan perilaku peduli, baik kepada anak maupun lingkungan sekitarnya.
Sikap peduli tersebut dapat dilakukan dengan cara memberikan perhatian kepada
anak, mendengarkan keluh-kesah anak, membantu orang lain yang sedang mengalami
masalah, dan sebagainya. Ketika ibu-ayah peduli dengan anak, anak akan merasa
nyaman. Anak pun belajar, bersikap peduli adalah perilaku yang tepat karena
menimbulkan rasa nyaman dan bermanfaat bagi setiap orang, sehingga anak
kemudian akan menerapkan sikap peduli dalam kehidupan sehari-harinya. Itulah
mengapa, agar anak memiliki karakter positif, ibu-ayah dituntut memiliki
perilaku positif pula sehinga dapat menjadi teladan bagi anak.
C. PEMBENTUKAN
KARAKTER DIMULAI SEJAK DINI
Masa usia dini adalah
masa keemasan, artinya masa tersebut merupakan masa terbaik dalam proses belajar
yang hanya sekali dan tidak pernah akan terulang kembali. Pertumbuhan dan
perkembangan anak pada masa ini berlangsung sangat cepat dan akan menjadi
penentu bagi sifat-sifat atau karakter anak di masa dewasa. Peran ibu-ayah
sebagai pendidik pertama dan utama sangat penting untuk memaksimalkan dan
memanfaatkan masa ini, tidak dapat digantikan oleh siapa pun. Bila masa ini
gagal dimanfaatkan secara baik, sama artinya menyia-nyiakan kesempatan masa
keemasan tersebut. Pembentukan karakter juga akan sulit dilakukan, jika
ibu-ayah baru melaksanakannya ketika anak sudah memasuki usia remaja. Ibarat
sebatang pohon bambu yang semakin tua semakin sulit dibengkokkan, begitu pula
dengan membentuk karakter, akan lebih mudah membentuk karakter seseorang ketika
masih di usia dini dan akan semakin sulit membentuk karakter seseorang jika
sudah semakin dewasa.
Peran ibu-ayah menjadi
sangat penting dalam pembentukan karakter anak untuk siap menghadapi dunia di
masa yang akan datang. Pada awalnya anak akan meniru perilaku ibu-ayah, karena
ibu-ayah adalah orang pertama yang dekat dan dikagumi oleh anak. Setelah itu,
lingkungan rumah juga berpengaruh dalam pembentukan karakter anak. Hal ini
dapat terlihat dari cara berpakaian, bersikap, dan berperilaku sehari-hari
seorang anak yang biasanya tidak jauh berbeda dengan orang-orang yang ada dalam
lingkungan rumahnya. Ibarat pepatah, buah jatuh tidak jauh dari pohonnya.
Kesuksesan ibu-ayah
membimbing anaknya di usia dini sangat menentukan kesuksesan anak dalam
kehidupan sosial di masa dewasanya kelak. Mereka akan tampil sebagai
orang-orang yang senang belajar, terampil menyelesaikan masalah, berkomunikasi
dengan baik dan berhasil guna, berani, jujur, dapat dipercaya dan diandalkan,
penuh perhatian, toleransi, luwes, serta bisa bersaing dalam kehidupan sosial
di masa dewasanya kelak. Mengingat pentingnya penanaman karakter di usia dini
dan mengingat usia tersebut merupakan masa persiapan untuk sekolah, maka
pembentukan karakter positif di usia dini dalam keluarga menjadi sangat penting.
D. PEMBENTUKAN
KARAKTER BERLANGSUNG SEUMUR HIDUP
Proses pembentukan
karakter diawali dengan kondisi pribadi ibu-ayah sebagai figur yang berpengaruh
untuk menjadi panutan, keteladanan, dan diidolakan atau ditiru anak-anak. Anak
lebih mudah meniru perilaku daripada menuruti nasihat yang diberikan
ibu-ayahnya. Mereka belajar melalui mengamati apa yang ada dan terjadi di
sekitarnya, bukan lewat nasihat semata-mata. Nilai yang diajarkan melalui
kata-kata, hanya sedikit yang akan mereka lakukan, sedangkan nilai yang
diajarkan melalui perbuatan, akan banyak mereka lakukan. Sikap dan perilaku
ibu-ayah sehari-hari merupakan pendidikan watak yang terjadi secara
berkelanjutan, terus-menerus dalam perjalanan umur anak.
Proses selanjutnya
adalah memberikan pemahaman dan contoh perilaku kepada anak tentang baik dan
buruk, benar atau salah, mana yang boleh dan tidak boleh dilakukan. Anak juga
perlu diajarkan untuk dapat memilah dan memilih sesuatu yang baik, sehingga ia
bisa mengerti tindakan apa yang harus diambil, serta mampu mengutamakan hal-hal
positif untuk dirinya. Untuk itu diperlukan suasana pendidikan yang menganut
prinsip 3A, yaikni asih (kasih), asah (memahirkan), dan asuh (bimbingan). Anak
akan tumbuh dan berkembang dengan baik kalau mendapatkan perlakuan kasih
sayang, pengasuhan yang penuh pengertian, serta dalam situasi yang dirasakan
nyaman dan damai.
E. MENCINTAI
ANAK TANPA SYARAT
Anak akan mengembangkan
pergaulan sosialnya secara sehat, jika dalam diri mereka ada perasaan berharga,
berkemampuan, dan pantas untuk dicintai. Setiap anak membutuhkan perhatian,
sapaan, penghargaan positif, dan cinta tanpa syarat sehingga anak dapat
mengembangkan seluruh kemampuan yang ada dalam dirinya dengan baik. Berdasarkan
pengalaman ini anak juga akan memperlakukan orang lain dengan cinta dan
perhatian, memperlakukan orang lain secara positif sesuai dengan nilai-nilai
moral yang diperoleh. Anak pun akan memahami, teman-temannya juga pantas
dihargai, dicintai, dan diperhatikan seperti dirinya.
Menunjukkan
cinta tanpa syarat tidak berarti ibu-ayah tak boleh menegur perbuatan negatif
anak. Ibu-ayah tetap harus menegur dan memberikan sanksi atas pelanggaran atau
perbuatan negatif tersebut. Perlu pemahaman ibu-ayah untuk membedakan antara
”perbuatan yang dilakukan” dengan “pribadi” anak itu sendiri. Bukan “pribadi”
anak itu yang membuat ibu-ayah marah, tetapi salah satu perbuatannya. Tunjukkan
kesalahan sikap atau perbuatannya sekaligus tetap menghargainya sebagai anak. Cinta
tanpa syarat berpusat pada “pribadi” anak, sedangkan pendisiplinan berfokus
pada perilaku atau sikap tertentu anak.
Dalam
membentuk karakter anak, ibu-ayah perlu memahami tahapan perkembangan anak.
USIA
0—18 BULAN
Tahun
pertama kehidupan anak menjadi penting dalam membangun karakter anak. Caranya
dengan membangun kualitas hubungan antara ibu-ayah dan anak. Kepekaan ibu-ayah
terhadap kebutuhan anak menjadi akar dari pembentukkan karakter anak. Jika
ibu-ayah peka atau tanggap terhadap kebutuhan anak, maka anak akan merasa
nyaman dan tumbuh rasa percaya di dalam dirinya. Contoh, ketika anak menangis,
ibu/ayah segera datang dan menenangkannya; ketika lapar, ibu segera
menyusuinya. Dari sini anak belajar, peka/tanggap terhadap kebutuhan orang lain
adalah hal yang baik untuk dilakukan karena menimbulkan rasa nyaman dan
percaya. Sebaliknya, jika ibu-ayah tidak peka/tanggap terhadap kebutuhan
anaknya di tahun pertama kehidupan, anak akan merasa tidak nyaman, sehingga
tidak tumbuh rasa peka dan percaya terhadap orang lain di dalam dirinya.
USIA
18 BULAN - 3 TAHUN
Anak
belum dapat memahami apa yang benar dan salah. Anak belum memahami jika memukul
orang lain itu salah, misalnya. Anak mengetahui perbuatan apa yang boleh
dilakukan dan tidak boleh dilakukan karena ibu-ayah memberitahukannya atau
karena ibu-ayah memberinya konsekuensi¹. Pada tahap ini anak belajar, mematuhi
ibu-ayah adalah suatu norma.
USIA 3 - 6 TAHUN
USIA 3 - 6 TAHUN
Anak
mulai menjiwai nilai-nilai yang diterapkan oleh ibu-ayah di dalam keluarga.
Anak juga mulai memahami, setiap perbuatannya dapat memiliki akibat tertentu
sesuai dengan yang diajarkan oleh ibu-ayah. Misalnya, jika memukul adik, maka
adik akan menangis; tangan itu digunakan bukan untuk memukul tetapi untuk
melakukan hal yang baik seperti membelai, mengusap, dan mendekap.
Dalam
upaya membentuk watak atau tabiat anak, ada beberapa hal yang perlu dilakukan
ibu-ayah.
1. Menegakkan
disiplin secara ajek.
· Anak
harus diperkenalkan dengan batasan-batasan. Anak harus tahu mana
batas-batasnya, apa yang menjadi tanggung jawabnya, dan apa yang bukan
merupakan tanggung jawabnya.
· Ajak
anak untuk membuat batasan-batasan tersebut, tidak hanya dibuat oleh ibu-ayah
saja. Pengenalan batasan merupakan dasar penegakan disiplin, sehingga anak
mengetahui perilaku yang seharusnya dilakukan dan yang tidak boleh dilakukan.
· Ibu-ayah
harus memiliki dan menampilkan sikap dan perlakuan yang ajek. Bila satu saat
melarang atau membolehkan tingkah laku tertentu, di saat lain ketika suatu
perilaku terulang kembali, harus tetap pada sikap yang sama (tidak berubah).
APA YANG HARUS DILAKUKAN IBU-AYAH?
§ Hindari
sikap keras karena hanya akan melahirkan disiplin semu. Maksudnya, anak patuh
karena takut akan mendapat hukuman dari ibu-ayah apabila ia melanggar disiplin.
§ Jangan
pula bersikap terlalu lemah karena disiplin akan sulit ditegakkan atau akhirnya
akan menghasilkan sikap acuh tak acuh (masa bodoh), cenderung mengembangkan
sikap kurang bertanggung jawab, dan tidak menumbuhkan norma-norma tertentu pada
anak sebagai suatu pembentukan karakter.
2. Terlibat
penuh dalam membangun karakter anak.
Ibu-ayah yang memiliki keinginan diri
dan terlibat sepenuhnya dalam menumbuhkan karakter anak akan lebih berhasil
dalam membentuk karakter anak. Begitu pun jika ibu-ayah dalam kesehariannya
mempraktikkan apa-apa yang akan ditanamkannya kepada anak. Contoh, ibu-ayah
ingin menanamkan berperilaku jujur, bertutur kata sopan, serta bertanggung
jawab. Namun bila dalam keseharian ternyata ibu-ayah justru menampilkan
perilaku yang sebaliknya, maka apa yang akan terjadi dengan perkembangan jiwa
anak? Anak akan mengalami suatu kebingungan, mungkin juga konflik, karena
ketidakajekan ibu-ayahnya dalam berkata dan berperilaku. Inilah yang menjadikan
alasan bagi anak untuk tidak melakukan apa yang diinginkan ibu-ayahnya.
3. Menjadi
contoh yang baik atau teladan bagi anak.
Ingat, anak cenderung meniru perilaku
ibu-ayahnya dibandingkan hanya mendengarkan kata-katanya. Itulah mengapa,
ibu-ayah harus juga berperilaku sesuai dengan nilai-nilai keutamaan dalam
kehidupan sehari-hari. Nah, agar bisa menjadi contoh positif atau teladan bagi
anak, ada beberapa hal yang perlu menjadi perhatian ibu-ayah, di antaranya:
· Menyadari
bahwa nilai-nilai merupakan dasar segala tingkah laku dan menjadikan diri
sebagai teladan utama bagi anak-anak.
· Menentukan
nilai-nilai yang paling sesuai serta menunjukkan nilai-nilai mana yang harus
diutamakan melalui kegiatan dan pengalaman sehari-hari.
· Menunjukkan
pribadi yang ramah, positif, dan terintegrasi².
· Menghadapi
anak dengan penuh penghargaan, cinta, dan pengertian.
· Meyakini
akan nilai-nilai yang paling sesuai untuk dimiliki.
· Menciptakan
pengalaman yang bernilai dan bermakna bersama anak, kemudian menanyakannya
kepada anak tentang bagaimana sebaiknya harus mengambil pilihan atau keputusan.
4. Menumbuhkan
nilai-nilai keutamaan pada anak.
· Selain
menjadi contoh positif atau teladan bagi anak, untuk menumbuhkan nilai-nilai
keutamaan pada anak, ibu-ayah juga perlu melakukan hal-hal berikut:
· Jelaskan
kepada anak yang sudah dapat berbicara, alasan penerapan nilai-nilai moral
dalam kehidupan sehari-hari. Ajak anak bertukar pikiran agar ibu-ayah dapat
mengetahui pendapatnya tentang seberapa jauh ia memahami nilai-nilai moral
tersebut.
· Jelaskan
kepada anak mengenai dampak perilaku positif maupun negatif yang dilakukannya.
Contoh, ketika anak merapikan mainannya, ibu-ayah dapat mengatakan, ”Nak,
mainannya kalau dibereskan jadi rapi dan kamu akan lebih mudah untuk menemukan
mainan yang ingin kamu mainkan.” Begitu juga ketika anak melakukan kesalahan,
semisal ia memukul adiknya, katakan, “Adik jadi menangis kalau kamu pukul.”
· Berikan
penghargaan kepada anak, seperti pujian, pelukan, ciuman, ucapan terima kasih,
dan lainnya, ketika anak berperilaku positif, sehingga anak terdorong untuk
mengulangi perilaku positif tersebut.
· Bacakan
dongeng atau cerita yang mengisahkan suatu perbuatan baik/positif. Gunakan
bahasa sederhana yang sesuai dengan kemampuan berpikir anak agar anak dapat
memahami dan menikmati isi cerita tersebut.
PENUTUP
Karakter
diartikan sebagai tabiat, watak, sifat-sifat kejiwaan, akhlak atau budi pekerti
yang membedakan seseorang daripada yang lain. Pembentukan karakter dimulai
sejak usia dini dan berlangsung sepanjang hidup manusia. Karakter anak akan
terbentuk dengan baik jika dalam proses tumbuh kembangnya anak mendapatkan
cukup ruang untuk mengungkapkan diri secara leluasa. Anak-anak adalah generasi
yang akan menentukan nasib bangsa ini dikemudian hari. Diharapkan, buku bacaan
ini dapat membantu membantu ibu-ayah dalam membentuk karakter ananda maupun
mengubah karakternya yang negatif, sehingga terbentuklah karakter yang baik.
DAFTAR ISTILAH
DAFTAR ISTILAH
1. Konsekuensi
= akibat tidak menyenangkan yang harus diterima atas pelanggaran atau perbuatan
salah/negatif yang dilakukan
2. Terintegrasi
= sudah diintegrasikan; dapat diintegrasikan
Integrasi = pembauran hingga menjadi kesatuan yang utuh atau bulat.
Integrasi = pembauran hingga menjadi kesatuan yang utuh atau bulat.
SUMBER BACAAN
1. The
Family Virtue Guide: Smple Ways to Bring Out in Our Children and Ourselves.
Popov oleh Linda Kavelin. Penguin Book USA Inc. Tahun 1997.
2. Pedoman
Penanaman Budi Pekerti Luhur oleh Sedyawati, dkk. Penerbit: Balai Pustaka,
tahun 1999.
3. 10
Tips for Raising Moral Kids. Dalam http://www.micheleborba.com/Pages/ArtBMI13.htm.tanggal
23 Maret 2010
4. The
Disipline Book oleh Sears & Sears.Little Brown & Company. Tahun 1995.
5. Pendidikan
Karakter oleh Abdullah Munir. Penerbit: Pedagogia, tahun 2010
0 komentar:
Posting Komentar